MUARA BELITI–Pemilik usaha mikro di Kabupaten Musirawas masih terkendala permodalan untuk mengembangkan usahanya. Selain belum paham mekanisme pengajuan modal, mereka juga tidak memiliki agunan mengakibatkan produksi usaha mikro di beberapa kecamatan menjadi "lesu".
Dedi Ifwan, pelaku usaha mikro di Kecamatan Sumber Harta contohnya, ia mengakui saat ini para pemilik usaha di daerahnya banyak yang tidak bisa mengembangkan usaha karena keterbatasan modal.
"Bantuan modal yang diberikan kepada anggota kelompok hanya berasal dari pinjaman bergulir koperasi kecil. Padahal modal yang diperlukan pengusaha berkisar antara Rp 5 juta hingga Rp 10 juta. Usaha yang dijalankan di dusun ini bermacam-macam seperti, keripik singkong, pembibitan lele hingga pengrajin tungku," kata Dedi Ifwan kepada wartawan koran ini Minggu (30/5).
Dedi mengatakan, kendala yang dihadapi pelaku usaha untuk mendapatkan suntikan modal sangat beragam, selain tidak memiliki anggunan (Jaminan) mayoritas pelaku kesulitan menyusun proposal yang dibutuhkan.
"Pelaku usaha di kecamatan selama ini mengeluhkan mekanisme yang harus ditempuh karena mereka tidak tahu cara membuat proposal untuk mengajukan pinjaman modal. Lagipula banyak pemilik usaha yang tidak punya agunan," ungkapnya.
Lanjut Dedi kondisi ini, mengakibatkan pemilik usaha tidak bisa mengembangkan dan menjalankan bisnis dan berhenti usaha. "Kalau ada tambahan modal, pelaku usaha dapat mengembangkan usahanya, jika pelaku usaha mikro mengerti mekanisme penyusunan proposal mungkin sebagian besarnya berani untuk memberikan anggunan. Kita harapkan pemerintah dapat memberikan sosialisasi mengenai kondisi ini," papar Dedi.
Dedi menambahkan, sebagian pelaku usaha mikro kecil berhenti produksi karena tidak memiliki modal untuk meneruskan usaha kecil mereka. Jika minjam ke bank tidak punya agunan.
"Padahal, usaha yang mereka jalani selama ini telah beromzet hingga Rp 200.000 hingga Rp 250.000 per hari dari hasil penjualan," ucapnya.
Dikatakannya sebaiknya Pemkab Mura melakukan pembinaan terhadap Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) yang belum terbina karena petugas di tingkat kelurahan tidak melakukan pendekatan jemput bola untuk mendata usaha-usaha mikro, kecil, dan menengah yang bermasalah karena terkendala modal.
"Namun pengembangan usaha mikro tersebut jangan hanya fokus pada pemberian permodalan, tetapi harus diberikan pelatihan menajemen penge-lolaan keuangan. Serta keahlian karena selama ini bantuan yang diberikan hanya dihabiskan oleh penerima modal usaha, contohnya terjadi KUT (Kredit Usaha Tani) pada tahun lalu," pungkas Dedi.
(05)
0 komentar